PT Asabri (Rp 22,7 triliun)

Kasus korupsi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Indonesia atau Asabri (Persero) tercatat menyebabkan nilai kerugian negara mencapai Rp 22,7 triliun.

Perkara ini terjadi akibat PT Asabri melakukan pengaturan transaksi investasi saham dan reksa dana bersama dengan pihak swasta. Sebanyak tujuh orang divonis bersalah dalam kasus ini.

Korupsi FPJP Bank Century

Perkara korupsi selanjutnya yang pernah menghebohkan dan membuat negara mengalami kerugian besar adalah kasus Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) ke Bank Century.

Dalam kasus itu negara mengalami kerugian sebesar Rp 689,394 miliar terkait pemberian FPJP.

Selain itu negara juga mengalami kerugian hingga Rp 6,742 triliun terkait kebijakan penetapan Bank Century sebagai bank yang bisa berdampak sistemik.

Baca juga: MAKI Ajukan Praperadilan 5 Perkara Mangkrak di KPK, Dari Bank Century Hingga E-KTP

Kasus lainnya yang membuat negara mengalami kerugian besar adalah korupsi Pelindo II.

Menurut laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2020, terdapat 4 proyek Pelindo II yang menyebabkan kerugian negara hingga mencapai Rp 6 triliun.

Empat proyek tersebut di luar proyek pengadaan mobile crane dan quay crane container yang dugaan korupsinya ditangani oleh Bareskrim Polri dan KPK.

Kasus ini menyeret nama mantan Dirut PT Pelindo RJ Lino.

Baca juga: Kejagung Ungkap Peran 6 Tersangka Dugaan Korupsi Dana Pensiun Pelindo

DAFTAR PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

Pembaharuan Data : Minggu, 15 Des. 2024 20:35:47 WIB , Total : 0 Perkara

Kasus Korupsi berhasil diungkap oleh lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Beberapa kasus besar yang sangat banyak merugikan Negara ini sangat memecahkan rekor dengan nilai yang fantastis. Kira-kira kasus apa saja ya ? yuk simak artikel ini

Mantan Presiden kedua kita yaitu Soeharto telah melakukan tindak pidana korupsi terbesar dalam sejarah dunia. Perkiraan harta Negara yang telah dicuri oleh Soeharto sekitar 15 hingga 35 miliar dollar AS atau sekitar Rp.490 triliun.

Kasus korupsi Bantuan Likuiditas Nak Indonesia (BLBI) menjadi salah satu  kasus korupsi terbesar yang ada di Indonesia. BLBI adalah program pinjaman dari Bank Indonesia kepada sejumlah bank yang mengalami masalah pembayaran kewajiban saat menghadapi krisis moneter 1998. Bank yang telah mengembalikan bantuan mendapatkan Surat Keterangan Lunas (SKL), namun belakangan diketahui SKL itu diberikan sebelum bank tertentu melunasi bantuan. Menurut keterangan dari KPK kerugian negara akibat kasus megakorupsi ini mencapai Rp 3,7 triliun.

Kasus PT Asabri menjadi sorotan meskipun belum diketahui secaa pasti, namun total kerugian Negara diyakini mencapai Rp.10 triliun.

Kasus korupsi yang menjerat PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjadi sorotan publik . Jiwasraya sebelumnya mengalami gagal bayar polis kepada nasabah terkait investasi Saving Plan sebesar Rp.12,4 triliun. Produk tersebut adalah asuransi jiwa berbalut investasi hasil kerja sama dengan sejumlah bank sebagai agen penjual.dan akibatnya, negara mengalami kerugian lebih dari Rp 13,7 triliun.

Kasus pengadaan E-KTP menjadi kasus korupsi yang paling fenomenal. Kasus ini menyeret Mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto yang telah bergulir sejak 2011 dengan total kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun.

Ada sekitar 280 saksi yang telah diperiksa KPK atas kasus ini dan hingga kini ada 8 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Ada empat proyek di PT Pelindo II yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 6 triliun. Empat proyek tersebut di luar proyek pengadaan mobile crane dan quay crane container yang dugaan korupsinya ditangani oleh Bareskrim Polri dan KPK. Kasus ini menyeret nama mantan Dirut PT Pelindo RJ Lino yang telah ditetapkan tersangka sejak 2015 lalu. Dalam kasus ini, Lino juga diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menunjuk langsung HDHM dari China dalam pengadaan tiga unit QCC.

KOMPAS.com - Kasus korupsi PT Timah belakangan mendapat sorotan publik lantaran menyeret sejumlah nama pesohor.

Tak tanggung-tanggung, kasus korupsi tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun, termasuk dampak kerusakan lingkungan.

Angka ini menempatkannya sebagai kasus korupsi dengan kerugian negara terbesar sepanjang sejarah Indonesia.

Termasuk PT Timah, berikut kasus korupsi terbesar di Indonesia.

Baca juga: Update Kasus Korupsi Timah, Eks Dirjen Minerba Tersangka, Kerugian Naik Jadi Rp 300 T

Kasus BLBI (Rp 138 triliun)

Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan kasus korupsi yang terjadi saat krisis moneter 1997. Kala itu, puluhan bank kolaps akibat lonjakan utang dan kurs rupiah terhadap dollar AS ambruk.

Dilansir dari Kompas TV (1/4/2024), Bank Indonesia (BI) memberikan suntikan dana sebesar Rp 147,7 triliun ke 48 bank agar tidak kolaps.

Namun, dana itu tidak dikembalikan. Hasil audit BPK pada Agustus 2000 menyatakan negara rugi Rp 138,44 triliun akibat kasus tersebut.

Pada 2007, Kejagung membentuk tim khusus penanganan BLBI. Namun, penyelidikan perkara yang salah satunya melibatkan Sjamsul Nursalim ini dihentikan pada 2008.

Baca juga: Tapera dan Kekhawatiran Akan Korupsi Asabri-Jiwasraya Jilid 2

Kejagung mengakui kerugian negara, tapi tidak menganggap adanya tindakan melawan hukum.

Selanjutnya, Satuan Tugas (Satgas) BLBI dibentuk pada 2021 untuk menagih dana negara sebesar Rp 110,4 triliun.

Dana lain telah dibayar oleh para kreditor. Sayangnya, tidak ada kejelasan mengenai keberhasilan Satgas BLBI menagih semua kerugian negara.

Kasus mega korupsi ini menyeret nama eks-Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin A Tumenggung.

Baca juga: Surya Darmadi, Harun Masiku, dan Belasan Koruptor Lain yang Masih Berkeliaran Bebas

Pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600

Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar didakwa melakukan korupsi terkait pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 pada 2011.

Total kerugian negara akibat pengadaan pesawat ini mencapai 609 juta dollar AS atau jika dirupiahkan saat itu senilai Rp 9,37 triliun.

Baca juga: Duduk Perkara Taipan Vietnam Dijatuhi Hukuman Mati gara-gara Korupsi Rp 200 T

Korupsi proyek BTS 4G

Kasus dugaan korupsi proyek base transceiver station (BTS) 4G menjadi sorotan karena turut menyeret Menkominfo Johnny Gerard Plate yang ditetapkan sebagai salah satu tersangka, serta prediksi nilai kerugian yang dialami negara.

Menurut perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), nilai kerugian yang dialami negara dalam kasus korupsi BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 pada Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) di Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020-2022 itu mencapai Rp 8 triliun.

"Sesuai dengan hasil penghitungan kerugian keuangan negara seperti yang kita sampaikan terdahulu, kasus ini telah mengakibatkan kerugian negara Rp 8 triliun," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Kuntadi, dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Rabu (17/5/2023).

Menurut Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh dalam jumpa pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (15/5/2023), nilai kerugian negara dalam kasus itu mencapai Rp 8.032.084.133.795.

Baca juga: Surya Paloh Yakin Johnny G Plate Tak Terlibat Korupsi BTS 4G di Kominfo

Menurut Yusuf, dalam menghitung kerugian keuangan negara tersebut, BPKP telah melakukan audit terkait dana dan dokumen, melakukan klarifikasi kepada pihak terkait, serta melakukan observasi fisik bersama tim ahli.

"Kerugian keuangan negara tersebut terdiri dari 3 hal, biaya untuk kegiatan penyusunan kajian pendukung, mark up harga, dan pembayaran BTS yang belum terbangun," ucap Yusuf.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, perhitungan negara dalam kasus proyek BTS BAKTI Kemenkominfo 4G sudah final.

"Hasil perhitungannya sudah final dan tentunya kami setelah final penghitungannya, kami akan tindak lanjuti ke tahap penuntutan," ucap Burhanuddin.

Baca juga: Saat Wajah Surya Paloh dan Elite Nasdem Muram Usai Bahas Nasib Johnny G Plate yang Jadi Tersangka

Korupsi PT Timah (Rp 300 triliun)

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.

Hingga kini, Kejagung menetapkan 21 tersangka terlibat dugaan korupsi PT Timah. Dua di antaranya adalah eks Dirketur Utama PT Timah Tbk. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Harvey Moeis.

Awalnya, Kejagung menetapkan para tersangka menyebabkan dampak kerugian lingkungan mencapai Rp 271 triliun.

Namun, hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait penghitungan kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 300 triliun. Angka ini termasuk kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

Baca juga: Kerugian Negara akibat Korupsi Timah Capai Rp 300 T, Ini Rinciannya

Kasus PT TPPI (Rp 37,8 triliun)

Kasus korupsi pengolahan kondensat ilegal di kilang minyak di Tuban, Jawa Timur yang terjadi pada 2009-2011 menyeret PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPP).

Kasus tersebut menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 2,7 miliar dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 37,8 triliun.

Mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono divonis 12 tahun penjara dalam kasus ini.

Namun, mantan Presiden Direktur PT TPPI, Honggo Wendratno yang divonis 16 tahun penjara kini masih berstatus buron.

Baca juga: Pusaran Kasus Korupsi Jiwasraya dan Dugaan Korupsi di PT Asabri

Penyerobotan lahan PT Duta Palma Group (Rp 78 triliun)

Perkara ini melibatkan pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi yang diduga menyerobot lahan 37 hektar di Riau.

Dia bekerja sama dengan mantan Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008, R Thamsir Rachman.

Dikutip dari Kompas.id (6/2/2023), tindakan itu merugikan negara Rp 4,7 triliun dan 7,8 juta dollar AS (Rp 1,27 triliun).

Kasus ini juga merugikan perekonomian negara sebesar Rp 73,9 triliun.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memvonis 15 tahun penjara untuk Surya Darmadi dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan penjara pada 23 Februari 2023.

Pelaku lainnya, mantan Bupati Indragiri Hulu Raja Thamsir Rachman dihukum sembilan tahun penjara.

Baca juga: Mengenal Jampidsus, Unsur Pemberantas Korupsi Kejagung yang Diduga Dikuntit Densus 88

Gianiddo Marcelino Prang

e journal fakultas hukum unsrat

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007

Andi Hamzah, Acara Pidana Indonesia, CV Sapta Artha Jaya, Jakarta,1996.

Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressindo, Jakarta, 1983.

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung 2016.

Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime) Urgensi dan Pengaturan Celah Hukumnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012.

Danrivanto Budhijanto,Revolusi Cyberlaw Indonesia Pembaruan dan Revisi UU ITE 2016, PT Refika Aditama, Bandung, 2017.

Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2016.

Faisal, Menerobos Positivisme Hukum, Rangkang Education, Yogyakarta, 2010.

Heru Sujamawardi, Analisis Yuridis Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi, Volume 9 Nomor 2 April 2018, diakses pada 20 Oktober 2021.

I Gusti Made Jaya Kesuma, Ida Ayu Putu Widiati, I Nyoman Gede Sugiartha, Penegakan Hukum Terhadap Penipuan Melalui Media Elektronik, Jurnal Preferensi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Vol 1, No. 2, Denpasar, 2020, diakses pada tanggal 21 Oktober 2021.

Kartini Muljadi Gunawan Widjaja,, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, 2008

Mastur, Implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagai Tindak Pidana Non Konvensional, http://jurnalnasional.ump.ac.id, Vol. 16 No. 2, Juni 2016, diakses tanggal 25 Oktober 2021.

Moelyatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bumi Aksara, Jakarta, 1999.

Muhajir Effendy, Kamus besar bahasa Indonesia, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 2016.

Nurlaili Isma, Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Informasi Elektronik Pada Dokumen Elektronik Serta Hasil Cetaknya Dalam Pembuktian Tindak Pidana, jurnal penelitian hukum, volume 1 Nomor 2, juli 2014, diakses pada tanggal 15 Oktober 2021.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006.

Ramiyanto, Bukti Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Hukum Acara Pidana, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 6 Nomor 3, November 2017, diakses pada tanggal 18 Oktober 2021.

Remincel, Kedudukan Saksi dalam Hukum Pidana, Ensiklopedia of Journal Vol. 1 No.2 Edisi 2 Januari, 2019, diakses tanggal 10 November 2021.

Sindura Debri, Tinjauan Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi Yang Tidak Disumpah Karena Keterbelakangan Mental Dalam Pemeriksaan Perkara Kekerasan Seksual, Gema, 2015.

Siswanto Sunarso, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik Studi Kasus : Prita Mulyasari, Rineka Cipta, Jakarta, 2009.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2019.

Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2004

Sutrisno Hadi, Metode Reseach, Cet Ke 1, Yayasan Penerbit Psikologi UGM, Yogyakarta, 1990.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Widodo, Aspek Hukum Pidana Kejahatan Mayantara, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013.